GLOBALBUSINESS.ID, Jakarta –Di tengah sejumlah tantangan dan dinamika industri, PT Asuransi Asei Indonesia masih menunjukkan perkembangan dan performa kinerja yang impressive dan terjaga dengan sangat baik. Meskipun terbilang tidak mudah, Asei tetap menunjukkan kepiawaiannya dalam menapaki bisnis yang jauh lebih kompetitif sekaligus menegaskan komitmen dalam mengakselerasi visi perusahaan yaitu menjadi perusahaan asuransi umum yang berkualitas dan profesional dalam menyediakan asuransi keuangan untuk mendukung perekonomian nasional.
Industri asuransi nasional tengah menghadapi sejumlah tantangan struktural yang signifikan meskipun secara umum aset dan permodalan masih dianggap relatif kuat. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat penetrasi asuransi masih stagnan di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tepatnya sekitar 2,72% pada Februari 2025. Angka ini masih jauh dari tingkat ideal jika dibandingkan negara tetangga, dan pertumbuhan penetrasi ini belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Hal ini menandakan adanya protection gap, di mana banyak masyarakat yang belum memiliki asuransi atau hanya terlindungi sebagian saja. Tantangan besar seperti kondisi ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi mata uang, tantangan terkait regulasi, literasi dan inklusi keuangan, tantangan adopsi digital hingga tantangan biaya klaim yang tinggi masih menjadi pekerjaan besar bagi Industri.
Khusus tantangan mengenai regulasi yang tertuang dalam POJK Nomor 23 Tahun 2023 terkait kecukupan modal perusahaan asuransi tentu kondisi ini memicu kekhawatiran akan potensi penurunan jumlah perusahaan asuransi yang mampu bertahan, bahkan potensi pembentukan struktur Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi (KUPA) dengan perusahaan induk.
Selain regulasi POJK Nomor 23 Tahun 2023, isu perolehan laba tentu menjadi prioritas perusahaan asuransi ke depan, karena hal ini sejalan dengan aturan penerapan IFRS 17 yang merupakan standar akuntansi keuangan yang dikeluarkan oleh International Financial Reporting System (IFRS) Board yang mengatur perlakuan akuntansi yang disepakati secara internasional untuk kontrak-kontrak asuransi.
Meskipun menjadi sebuah tantangan bagi sejumlah pemain asuransi, namun OJK optimis bahwa IFRS 17 akan berdampak baik terhadap industri asuransi nasional dimana seluruh standar akuntansi keuangan asuransi di Indonesia akan mengacu kepada standar internasional.
Dengan demikian suatu industri asuransi bisa memiliki ukuran yang pas dan sehat, bisa memberikan pelayanan terbaik, berkompetisi secara sehat, serta lebih efisien. Besaran laba dan rugi menjadi lebih stabil dan berkurang volatilitasnya dari tahun ke tahun, sebagai dampak perubahan dan deviasi diamortisasi. Sehingga akan ada keseragaman penyajian laporan keuangan membuat laporan keuangan lebih transparan dan lebih dapat diperbandingkan (comparability).
Bagaimana dengan Asei? Direktur Operasional & Pengembangan Bisnis PT Asuransi Asei Indonesia, Agus Sulih Purwanto mengatakan bahwa Asei berangkat dari kondisi yang cukup menantang untuk melakukan sejumlah perbaikan. Berbagai tantangan satu per satu berhasil diurai dengan baik dengan catatan performa perusahaan yang semakin baik, dimana hingga Agustus 2025 secara angka perusahaan berhasil mencatat pertumbuhan premi sebesar 42% jauh di atas rata-rata industri nasional. dengan kata lain, Asei berhasil menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi oleh industri asuransi dengan melesatkan kinerja yang baik.
Lebih lanjut, Agus menyebut terdapat dua sumber penopang utama atas capaian positif tersebut yaitu dari asuransi umum dan asuransi keuangan yang saling tumbuh seimbang. Bukan hanya angka, imbuh Agus, melainkan keseimbangan kedua portofolio bisnis tersebut yang terus membaik.
“Dulu mungkin Asei ketergantungan terhadap asuransi kredit atau jenis bisnis tertentu, namun sekarang sudah mulai seimbang. Ke depannya kami juga optimis mampu melanjutkan tren kinerja positif tersebut,” ujar pria kelahiran Trenggalek pada 20 Agustus 1979 tersebut.
Mengenai regulasi POJK Nomor 23 Tahun 2023 terkait kecukupan modal perusahaan asuransi dimana OJK menetapkan bahwa di 2026 syarat permodalan perusahaan asuransi minimal sebesar Rp250 miliar, Agus menegaskan bahwa permodalan Asei saat ini terjaga berada di atas ketentuan regulasi tersebut.
Penguatan kinerja keuangan dan kinerja bisnis yang dilakukan Asei saat ini, ke depannya diproyeksikan akan mampu melesatkan kinerja perusahaan dari sisi capaian laba yang lebih optimal sejalan dengan penerapan IFRS 17.
Terkait target hingga akhir tahun, jika menilik capaian progres hingga September 2025 Asei optimis mampu menyelesaikan target RKAP 2025 bahkan melampaui. “Bukan hanya menjaga pertumbuhan, tapi juga menyelesaikan target RKAP dan ini sekaligus menjadi momentum dimana Asei secara kinerja mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan,” terang Agus.
Meskipun seluruh lini bisnis mengalami pertumbuhan, namun Agus menegaskan bahwa Asei tetap berfokus dalam mengembangkan bisnis asuransi keuangan, dimana hal ini sejalan dengan visi perusahaan yaitu menjadi perusahaan asuransi umum yang berkualitas dan profesional dalam menyediakan asuransi keuangan untuk mendukung perekonomian nasional.
“Termasuk di dalamnya yaitu Asuransi Ekspor yang merupakan business core dari Asei,” tambah Agus.
Asei sejak 5 tahun terakhir, berhasil mengcover lebih dari Rp11 Triliun exposure dari perdagangan ekspor dan perdagangan dalam negeri yang mencapai lebih dari Rp50 triliun. Angka tersebut menunjukan positioning Asei yang secara jelas pada bisnis asuransi perdagangan memiliki kontribusi yang cukup besar.
Asei terus bertekad menjadi yang terdepan sebagai pemain utama pada asuransi perdagangan dengan terus memperluas target bisnisnya menjadi pemain utama pada asuransi keuangan dengan dukungan teknologi yang terintegrasi.
Meskipun bervisi sebagai pemain utama pada asuransi keuangan, namun Asei bukan berarti mengesampingkan lini bisnis potensial lainnya. Asei terus mengoptimalkan seluruh portofolio bisnis sebagai mesin-mesin pertumbuhan yang turut berkontribusi terhadap perolehan laba.