GLOBALBUSINESS.ID, Jakarta – Bisnis metaverse kini menjadi satu lini yang mulai digarap oleh berbagai sektor usaha termasuk layanan keuangan.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan layanan digital saat ini, bisnis metaverse mulai dikembangkan oleh sejumlah bank di Indonesia.
Potensi bisnis metaverse dalam beberapa tahun mendatang pun diperkirakan melonjak, dengan nilai transaksi yang fantastis.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tris Yulianta mengatakan, peningkatan bisnis metaverse sangat tinggi.
Karena dari riset lembaga bisnis Price Waterhouse Cooper (PwC) diperkirakan di tahun 2030 mendatang nilainya bisa mencapai Rp21.500 triliun.
Namun ia menyebut bahwa metaverse merupakan hal baru yang masih perlu dipelajari agar penggunaannya lebih optimal.
“Metaverse memang punya potensi yang besar untuk berkembang, maka OJK juga terus mengikuti perkembangan teknologi ini untuk menerbitkan regulasi yang tepat,” ujarnya dalam webinar The Future of Immersive Livin’ Experience in Metaverse, Rabu (16/3/2022).
Untuk diketahui, beberapa bank BUMN sudah mulai membangun bisnis metaverse, yaitu PT Bank Negara Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia, dan PT Bank Mandiri Tbk.
Tris Yulianta mengatakan, OJK sangat mendukung inovasi digital yang dilakukan sektor jasa keuangan.
Sektor jasa keuangan memang melakukan adaptasi dengan cepat dalam penggunaan teknologi terbaru pada layanannya, seperti munculnya fintech di 2016 dan kini mulai merambah ke metaverse.
Namun ia kembali mengingatkan bahwa terknologi ini harus dipelajari dengan baik untuk mengoptimalkannya pada layanan jasa keuangan agar tidak merugikan konsumen.
“OJK selalu mendukung penerapan inovasi dan transformasi teknologi di lembaga jasa keuangan, tapi karena metaverse ini masih baru jadi kita meski sama-sama pelajari,” kata dia.
Dijelaskannya, OJK masih melakukan kajian terhadap bisnis metaverse untuk bisa membuat regulasi yang tepat dalam mendukung penyedia jasa keuangan dalam menerapkan teknologi ini.
Karena dengan potensinya yang tinggi, risiko yang dapat merugikan pelaku usaha dan konsumen juga harus diantisipasi sejak dini.
“Kita pnya regulatory sandbox, jadi kalau mau berkolaborasi dengan OJK bisa disampaikan apa saja kelemahannya dan apa yang bias kita kembangkan,” tandasnya. []